“Book Descriptions: Ini antara lain membuktikan regenerasi dalam dunia kepenulisan tanah air terus berlangsung. Nama-nama besar seperti Budi Darma, Ahmad Tohari, Putu Wijaya, dan Martin Aleida terus menulis dan menghasilkan karya-karya yang tetap bernas. Lalu ada nama besar lainnya: Seno Gumira Ajidarma, Jujur Prananto, Gde Aryantha Soethama, Indra Tranggono, disusul nama-nama yang lebih muda seperti Agus Noor, Triyanto Triwikromo, Gus tf Sakai, Warih Wisatsana, Djenar Maesa Ayu, Oka Rusmini, dan Joko Pinurbo. Mereka generasi kedua dan ketiga yang menulis dengan penuh kegairahan. Generasi keempat muncul penulis-penulis muda penuh bakat seperti Faisal Oddang, Anggun Prameswari, Ni Komang Ariani, dan Miranda Seftiana. Mereka menulis dengan penuh daya jelajah, seperti siap melampaui batas imajinasi yang mampu kita bayangkan. Buku ini ibarat membentang lanskap dunia kepenulisan di tanah air, dari waktu ke waktu. Tidak mustahil bahkan menjadi catatan sejarah kesusastraan di negeri ini.
Standar karya dalam buku Cerpen Pilihan Kompas selalu di atas rata-rata karena disaring dari cerpen-cerpen yang dimuat Kompas Minggu. Ini merupakan bentuk kepedulian Kompas dalam memajukan dan mengembangkan kesusastraan Indonesia. Kompas adalah tolok ukur di bidang sastra. Buku ini menjadi salah satu buktinya. (Yanusa Nugroho, cerpenis)
"Anak ini Mau Mengencingi Jakarta?" karya Ahmad Tohari menjadi metafor yang sangat kuat dan produktif untuk menggambarkan warga masyarakat miskin yang tersisih dan tidak mendapatkan kesempatan di ibu kota. Di situ bercampur-campur antara harapan dan kenyataan di dalam satu helaan napas. "Mengencingi" di dalam cerpen ini tumbuh menjadi pelambang dari kemarahan terselubung dari kalangan wong cilik yang sadar akan posisinya, sadar akan kemampuan yang sangat terbatas dibanding pihak-pihak yang menjadi alamat kemarahannya. (Efix Mulyadi, juri)” DRIVE